Akhir tahun 2009 bukanlah ending tahun yang Indah bagiku. Banyak temanku yang menghilang dari kehidupanku, yakni teman-teman di tempat kerja. Sudah dari bulan Agustus satu persatu mereka pergi, ada yang pindah ke Bali, Malang, Semarang hingga serentak ada 4 orang yang mengundurkan diri di akhir Desember 2009. Sedih juga waktu itu, mengingat entah kapan bisa bertemu lagi. Tapi begitulah kehidupan, people come and go jadi aku masih bisa tersenyum melihat punggung mereka menjauh.

Baru merasa memiliki setelah kehilangan, begitu pula dengan kehidupanku. Sejak kepergian teman-temanku itu aku tidak bisa mengingat dengan jelas, orang-orang baru yang datang. Yang teringat jelas hanyalah orang yang pergi. Padahal ada juga orang-orang baru yang masuk. Siapa saja, ada berapa, dan mengapa mereka disini. Aku tidak pernah memperdulikannya, hingga mereka pergi, dan aku kehilangan.

Kenyataan menjadi sangat menggetirkan ketika di akhir tahun 2009 ternyata aku juga harus kehilangan orang yang sangat dekat sekaligus sangat jauh dariku. Seharusnya orang ini menjadi orang baru di kehidupanku di tahun 2010, seharusnya orang ini yang masih menguatkan aku menghadapi kehidupan yang naik-turun, senang dan sedih, tapi aku juga harus kehilangannya.

Aku merasa kehilangan arah, sebelum mengenalnya tujuanku masih untuk diriku sendiri. Ketika mengenalnya aku mulai memikirkan kehidupan bersama orang lain, meskipun aku belum berani memutuskan, tapi aku sudah mulai memikirkannya. Tapi dengan kehilangannya, aku tidak punya arah, apa yang ingin kucapai, apa tujuanku, hidupku mau kemana, aku tidak tau. Untuk pertama kalinya aku menjadi robot-like zombie.

I’m lost. Rasa kehilangan saat ini lebih berat bagiku dibanding melihat 1000 orang temanku pergi.

Ketika seorang wanita menangis, wanita itu tidak akan pernah sama sesudahnya. Aku memang mendapat pelajaran berharga dari pengalaman ini, walau harga yang harus kubayar terlalu “MAHAL”. Tapi aku tidak boleh menyia-nyiakannya. Aku harus menjadi pribadi yang lebih baik, supaya setimpal dengan harganya. Tapi apapun yang kulakukan, tidak ada yang bisa menghapus tinta yang telah ditorehkan pada secarik kertas.

Aku berdoa-berdoa-dan berdoa. Aku memohon pada Tuhan untuk mengampuniku, dan jangan menghukumku dengan cobaan ini, jangan ambil dia dariku. Aku mau Tuhan mengembalikan dia padaku. Tapi aku hanyalah kernet, Tuhanlah sopirnya. Aku dilema, entah apa yang ingin kuminta dari Tuhan,aku tidak tau.

Namun aku teringat kata seorang teman : Life begins at the present...There is no reason to feel regret about the past and worry about the future. Akhirnya aku hanya bisa berserah diri pada-Nya. Aku sudah menyadari kesalahanku, aku harus lebih baik dari masa lalu dan mengenai masa depanku, tidak ada yang perlu kucemaskan mengenai masa depanku.

Seperti teman-teman baru yang tidak pernah kuhitung, begitu pula dengan hidupku kelak. Suatu hari nanti, pasti akan datang lagi, dia yang akan menemaniku, dan disaat itu aku akan menjaganya dan tidak akan melepaskannya.


Dengan segenap kekuatanku yang tersisa, aku akan bangkit dan menata puing-puing menjadi bangunan baru yang kokoh, sekokoh batu karang. Karna aku harus seperti itu–batu karang yang tetap kuat terkena badai dan ombak-
Selengkapnya...

this story is about friends, and they will always hold your hands when you failed.

8 Januari 2010
Bermula dari kenekatanku pergi ke Semarang sendirian, naek kereta dari stasiun Senen Jakarta untuk pertama kalinya. Setibanya di stasiun, aku bertanya ke pak satpam “Pak, dimana pintu masuk ke stasiun ya??” Padahal pintunya sudah di depanku..(haaa), yah maklum waktu itu sudah agak gelap, daripada malu salah masuk.

9 Januari 2010
Aku sampai di Semarang jam 4, pagi buta. Bapak Taksi mengantarku sampe di depan gereja katedral yang masih gelap gulita dan terkunci rapat. Untung waktu itu ada bapak penyapu halaman, dan dia meminjamkan kamar mandi dengan free-Hmm..masih ada kebaikan yang free ternyata..hohohoho..

Aku menunggu hingga misa pagi jam setengah 6, dan saking semangatnya, aku membangunkan doggi yang hampir membunuhku. Di gereja katedral itu, untuk pertama kalinya aku merasakan Tuhan ada untukku. Dia memenuhi harapanku pagi itu.

Kegembiraanku tidak lama, hanya beberapa menit. Aku mendapat musibah pagi itu di Semarang. Aku mendapati diriku sedang berada di penginapan sendirian dan kesakitan yang luar biasa hebat. Semakin lama, sakit itu makin kuat, aku tidak sanggup menahannya lagi. Aku memberitahu temanku. Terimakasih Rosa, sudah mengajak Zombi ke Java Mall dan menelusur memori UNIKA sepanjang siang itu. Dengan sabarnya dia menemaniku yang terus menerus mengeluh kesakitan. Bahkan dia hampir membatalkan tugas negaranya sore itu. Jadi kuyakinkan dirinya aku akan baik-baik saja.

Baru 1 jam aku tidur, aku terbangun, ternyata aku sedang tidak bermimpi. Aku tidak sanggup, jadi aku mengganggu acara malam minggu temanku. Terimakasih Puji, selalu menjadi tong sampah di setiap kali aku kambuh kesakitan (masih ingat-ini bukan yang pertama kalinya?hee). Temanku menemaiku hingga aku kecapekan, sehingga langsung tertidur pulas sesampainya di penginapan.

Keesokan paginya, aku tak sanggup bangun apalagi pergi ke gereja. Untungnya Supit menjemputku check out dan menampungku di rumahnya. Terimakasih untuk Supit dan keluarganya yang begitu sangat sabar dan pengertian dengan kondisiku. Tanpa bercerita apa pun pada mereka, bahkan anak berumur 5 tahun pun sudah bisa melihat penderitaanku.

Aku diantarkan ke stasiun malam itu oleh teman-temanku..ketiganya mengantarku..mereka berpesan agar aku menjaga diri, harus kuat, dan harus baik-baik saja sampe tiba di Jakarta.

10 Januari 2010
Sampai di Jakarta jam 3 pagi dan tidak tau apa yang harus kulakukan untuk bisa kembali ke Bogor. Aku duduk di pinggir jalan, mengamati, dan berpikir. Dengan tekad yang kuat dan mengesampingkan rasa sakitku untuk sementara, aku berusaha pulang ke Bogor.

Sesampainya di depan kamarku, Fandi sudah menunggu cerita perjalananku, terimakasih sudah mendengar teriakanku di telepon. Sungguh menggelikan kamu menjadi salah satu yang tau ketika aku tak berdaya, mengingat aku sering “nyio-nyio kowe”. Hohohoho..

Dan tak lepas dari 3 sahabat yang selalu menemaniku sepanjang perjalanan dari mulai awal berangkat hingga aku kembali, Ivone, Amri dan Vera. Terimakasih girls telah memantau perjalanku setiap waktu, bahkan kalian masih memegang tanganku hingga sekarang, maaf klo respon ke HP kalian lambat.

Terimakasih teman-teman ku dengan inspiring words-nya yang menguatkan:

Lebih baik kamu merasakan sakitmu sekarang, daripada nanti, disaat semuanya sudah terlambat dan sulit untuk diubah. Terimakasih Tika telah meluangkan waktunya ditengah-tengah kesibukan dan padatnya training.

Ketika kamu memutuskan untuk melibatkan Tuhan, maka tidak ada alasan meragukanNya dengan berputus asa. Terimakasih ms Jo, nasihat di tengah malam buta, di sela-sela jam kerjamu.

Teman yang baru saja kukenal dan juga peduli, bahwa Ver harus kuat..Ver harus terus maju. Ver tidak boleh kalah dan lemah. Terimakasih Ama.

Dan juga TERIMAKASIH untuk semua teman-teman yang laen di sekelilingku.


-Tuhanku tak akan memberi ular beracun pada minta roti, cobaan yang engkau alami tak melebihi kekuatanmu-
Selengkapnya...